Sehabis Maghrib, seperti biasa, Bimo sudah setor rai di warung angkringan Bu Benu, ujung gang masuk kampungku. Dua bungkus nasi kucing sudah selesai dia lahap, giliran segelas kopi jahe dan vape bergiliran dia sruput.
Sementara Parjo, tukang becak yang biasa mangkal di samping warung angkringan, asyik dengan kreteknya, nangkring di dingklik kayu, sembari menunggu kalau-kalau ada calon penumpang datang yang membutuhkan jasa becaknya.
Bu Benu, sambil membolak-balik gorengan, melempar pertanyaan ke Bimo, "Mas Bim, itu di
medsos kok lagi viral ada kantor berita yang diteror. Ngeri ya... Mas?"
"Katanya
yang diteror wartawannya cewek gitu, mesakke ya...," lanjutnya sambil
mengerutkan dahi.
"Yo wis resiko, Yu. Kabeh profesi itu mesti ono resikone," Parjo menyela sambil klempas-klempus menikmati kreteknya.
"Yang dikirimi potongan sirah babi itu po, Buk?" tanya Bimo, memastikan jawabannya ini
akan nyambung dengan yang dimaksud Bu Benu.
"Iya, itu... Teror kepala
babi. Malah katanya dikirimi juga bathang tikus yang sudah nggak ada
kepalanya. Aduh, sereem...!" jawab Bu Benu, bergidik.
"Iyo, Buk...Sebenarnya ini masalah serius. Ini sudah mengancam kebebasan pers kalau teror
itu ada kaitannya dengan berita-berita yang diangkat sama kantor media
tersebut," jelas Bimo, wajahnya mulai serius.
"Yo, nek resiko
profesi... oke lah. Tapi kebebasan pers itu dilindungi undang-undang, Pakde! Ada
payung hukumnya," lanjutnya menghisap vapenya dalam-dalam sambil menatap Parjo
rada kesal.
Parjo cengengesan, "Payung hukum? Halah, Bim... Payungnya dibawa angin yo percuma, to?" katanya, lalu terkekeh sembrono asal njeplak.
"Iyo, Mas Bim. Tapi piye meneh? Moga-moga gek ndang kecekel pelakune. Biar terang-benderang apa motipnya," harap Bu Benu sambil merapikan gorengan di nampan.
"Haiyah... Mbok rasah ngimpi, Yu... Yu..." sahut Parjo rada maido sambil membetulkan duduknya yang agak melorot.
Bimo terdiam, pandangannya menerawang jauh. Dalam hatinya ada kecamuk yang sulit dijelaskan. Dia menduga-duga, kasus-kasus semacam ini sudah sering terjadi. Dan bisa menimpa siapa saja, atau media pers manapun. Dan biasanya, hanya akan menguap serta tenggelam bersama isu-isu baru yang muncul dan viral.
Malam terus merayap, angkringan masih hangat oleh percakapan, tapi entah kenapa, udara terasa lebih berat dari biasanya.
Posting Komentar