Pagi itu, langit masih sedikit mengantuk. Embun di ujung daun belum mau pergi, dan aroma kopi hangat sudah menguar dari dapur kecil di sudut rumah.

Dari balik jendela kamarnya, Rani duduk bersila sambil menggenggam mug kesayangannya yang berisi kopi robusta panas dengan sedikit gula. Ia memperhatikan sekawanan burung kecil yang hinggap di pagar depan rumahnya.

“Burung gereja,” gumamnya pelan.