Suara gerimis malam itu sangat lembut, seperti bisikan-bisikan kecil semesta yang ikut nimbrung dalam obrolan tiga sahabat di sebuah kamar yang hangat dan rapi.
Luna sedang rebahan di bean bag, matanya menatap langit-langit. “Kalian pernah nggak sih, ngerasa hidup tuh kayak cermin? Kayak... apa yang kita rasakan di dalam, eh...entah kenapa tau-tau kejadian juga di luar?”
Rani, yang sibuk menggulung selimut tipis di kakinya, menoleh. “Lah iya! Aku tuh baru nyadar, waktu aku lagi stres banget soal kerjaan, semua jadi serba salah. Bahkan makanan favorit aja jadi nggak enak. Pokoknya seharian itu ada aja kejadian-kejadian yang bikin tambah bad mood.”
Nadine yang dari tadi ngelirik jurnal harian di pangkuannya ikut nimbrung, “Itu namanya proyeksi, sis. Apa yang di dalam diri kita tuh, kayak dipancarin ke luar. Semesta tuh kayak kaca—dia mantulin balik energi yang kita kasih.”
Dunia Luar adalah Cerminan Dunia Dalam
“Berarti semacam Law of Attraction gitu ya?” Luna bangkit duduk. “Kita menarik hal-hal berdasarkan apa yang kita pikirin dan rasakan.”
“Exactly!” angguk Nadine sambil menulis, “Kalau kita mikirin soal kekurangan terus—takut kekurangan ini itu, takut gagal ini itu—ya itu juga yang kita tarik. Semesta akan menyajikan kekurangan terus, kegagalan terus, karena emang itu yang kita tarik. Tapi kalau kita isi kepala ini dengan rasa syukur, cinta, kelimpahan... dunia kayaknya akan berubah deh. Karena emang cinta, kelimpahan yang kita tarik dari semesta alam.”
“Oooh...jadi dunia kita berubah karena kitanya yang juga mau berubah duluan,” gumam Rani pelan.
Keyakinan Membatasi = Rantai yang Tak Terlihat
“Kadang aku ngerasa stuck karena pikiran sendiri,” Rani berbisik. “Kayak... aku percaya aku nggak cukup pintar, jadi aku nggak berani ambil tantangan baru.”
“Itu tuh limiting belief, Ran,” jawab
Nadine sambil melirik. “Keyakinan yang lahir dari masa lalu, trauma, atau
omongan orang-orang. Tapi itu bisa kita ubah kok.”
“Gimana
caranya?” tanya Luna penasaran.
Langkah-langkah Kecil yang Bikin Hidup Berubah
Nadine mengangkat jari satu per satu, kayak guru yang lagi ngajarin murid-murid kesayangannya:
1. Introspeksi Diri
“Luangkan waktu buat ngobrol sama diri sendiri. Kenali pikiran-pikiran negatif yang muncul di kepala kita dan tanyakan pada dirimu sendiri, ‘Emang bener ya? Emang aku nggak cukup layak untuk sukses?Emang aku nggak pantes hidup berkelimpahan?’”
2. Ubah Pola Pikir
“Kalau biasanya kamu bilang, ‘Aku nggak bisa’, coba ganti menjadi ‘Aku sedang belajar’. Gunakan afirmasi-afirmasi positif.”
3. Kelola Emosi
“Daripada mengumbar emosi yang meluap-luap, mending tarik napas panjang, duduk tenang atau meditasi sejenak, atau journaling-tulis apa saja yang bikin kamu marah, kecewa, sebel dalam selembar kertas. Lalu bakar atau remas-remas dan buang kertas itu di keranjang sampah. Emosi yang bisa kita kelola akan menjadikan hidup yang lebih ringan.”
4. Ambil Tanggung Jawab
“Stop blaming. Saat kita sadar kalau hidup kita itu ya tanggung jawab kita sendiri, itu power banget!”
5. Bertindak!
“Jangan cuman mikar-mikir doang. Langkah kecil hari ini bisa jadi sebuah lompatan besar untuk hari esok.”
6. Kembangkan Kesadaran Diri & Belajar Memaafkan
“Kenali diri sama saja mengenal arah. Dan maafkan masa lalu itu seperti kita membersihkan jendela berdebu biar cahaya bisa masuk.”
7. Tetapkan Tujuan Hidup
“Visi yang jelas bikin kita tetap on the track, bahkan saat badai kehidupan datang.”
~ ~ ~ ~ ~
Rani tersenyum kecil, “Berarti hidup kita bisa berubah ya?... asal kita memulainya dari dalam ya?” Luna kembali nyender ke bantal, “Iya. Dunia luar tuh cuman seperti layar bioskop. Yang mutuskan seperti apa tayangan filmnya ya kita sendiri.” Nadine menutup jurnalnya sambil berkata, “Dan kita punya remote-nya, girls. Kita yang memainkan proyektor filmnya. Yuk, pilih tayangan ke layar yang kita suka, yang membantu kita bertumbuh, sukses dan berkelimpahan.”
Obrolan malam itu mungkin terdengar sederhana, tapi dari sanalah awal perubahan bisa dimulai. Di luar rintik gerimis berubah jadi hujan yang cukup deras. Tiga pasang mata mulai redup dan perlahan menutup, yang tertinggal hanyalah senyuman tipis dari jiwa-jiwa yang mulai tenang.
*Klik gambar produk untuk melihat detailnya:
Posting Komentar
Silakan Meninggalkan Komentar