Hujan masih rajin mengetuk jendela malam itu. Tetesannya seperti irama pelan yang mengiringi percakapan sunyi di kamar yang hangat itu.

Luna sedang memeluk bantal guling. Di wajahnya ada ekspresi yang sulit dijelaskan. “Aku nggak tahu kenapa, tapi kadang aku bisa sedih banget cuma gara-gara hal kecil. Kayak... orang lain cuek, langsung ngerasa ditolak.”

Rani menoleh pelan. “Aku juga kadang gitu. Padahal yang bilang ‘nggak bisa’ cuma teman kantor, tapi rasanya kayak ditinggalin.”

Nadine mengangguk lembut. “Itu... mungkin suara *inner child* kamu yang lagi muncul.”